Senin, 12 Oktober 2009

FASI

FASI
Pordirga Aeromodelling
PDF
Print
Olahraga aeromodelling merupakan salah satu olahraga dirgantara yang pertumbuhannya di Indonesia berawal di lingkungan Angkatan Udara melalui kegiatan kepanduan/ kepramukaan sejak tahun 1946. Kegiatan­kegiatan tersebut dimulai dengan dirintisnya pembuatan pesawat layang pertama di Yogyakarta, yang menggunakan lapangan Skip sebagai tempat latihan. Untuk menampung pemi­nat yang semakin meningkat, maka Angkatan Udara membentuk wadah berupa "Biro Aero Club" yang dibina oleh Kapten G. Reuneker.
Pada tanggal 27 Januari 1952 bertempat di Pangkalan Udara Cililitan (Halim Perdanakusuma), untuk pertama kalinya diselenggarakan perlombaan aeromodelling yang diikuti oleh club-club aeromodelling dari berbagai kota di Indonesia. Pada tanggal 9 April 1953 Biro Aero Club menyelenggarakan kursus aeromodelling bagi masyarakat umum. Dilanjutkan dengan perlombaan aeromodelling pada tanggal 17 Mei 1954 yang mem­peroleh perhatian besar dari masyarakat.

Untuk mempopulerkan olahraga ini di Indonesia, makaAngkatan Udara menyelenggarakan kursus-kursus (bouwamp) aeromodelling Angkatan I pada tahun 1958, bagi para pelatih yang terdapat di lingkungan Angkatan Udara. Hasil didiknya diharapkan dapat mengembangkan olahraga ini di Pangkalan­pangkalan Udara dimana mereka ditugaskan.
Pada tahun 1961-1963 melalui kerjasama dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (P & K), diselenggarakan Kursus Aeromodelling dan Peroketan Angkatan I dan II bagi guru-guru olahraga SLTP maupun SL TA seluruh Indonesia. Program ini bertujuan membentuk instruktur aeromodelling yang akan berkiprah melalui dunia pendidikan di Indonesia.
Dengan mengambil tempat di Hotel Merdeka Solo, beberapa orang mengadakan rapat untuk membentuk organisasi aeromodelling. Rapat yang dilaksanakan pada tahun 1962 itu dipimpin oleh Letnan Suhartono.
Sejak tahun 1978, aeromodelling telah diperlombakan pada tingkat nasional, regional maupun internasional. Pada Pekan Olahraga Nasional (PON) XI tahun 1981, aeromodelling ditetapkan menjadi salah satu cabang olahraga yang diperlombakan walaupun pada waktu itu masih dalam status olahraga eksibisi. Saat ini jumlah atlet aeromodelling di Indonesia berjumlah tidak kurang dari 252 orang yang tersebar di seluruh Indonesia.
Cabang olahraga aeromodelling dilak­sanakan melalui kegiatan merancang, membuat konstruksi dan menerbangkan pesawat model. Mengingat pesawat model lebih berat dari udara, maka dalam pem­buatannya harus memenuhi syarat-syarat aerodinamis, sehingga dapat diterbangkan dengan sempurna. Pembuatan pesawat model dimulai dengan pembuatan rancangannya, dilanjutkan dengan pembuatan konstruksi kerangka pesawat menggunakan bahan­bahan yang sangat ringan namun kuat seperti kayu balsa atau fiberglass, kemudian dibungkus dengan sejenis kertas.
Terdapat dua jenis pesawat model yaitu pesawat model yang bermotor dan yang tidak bermotor. Untuk pesawat model bermotor, harus disiapkan dudukan mesinnya agar pada saat diterbangkan, pesawat tersebut tetap dalam keadaan stabil. Sedangkan jenis-jenis motor yang saat ini sering digunakan antara lain motor bakar, motor karet, dan motor listrik.
Pesawat model tidak bermotor diterbangkan dengan cara dilempar atau diluncurkan menggunakan teknik-teknik tertentu yang memungkinkan pesawat ini terbang dalam waktu yang cukup lama. Itulah sebabnya pesawat model jenis ini sering disebut sebagai "Outdoor Hand Launched Glider' (OHLG). Sedangkan jenis pesawat model bermotor mampu terbang dengan tenaganya sendiri, namun harus dikendalikan dengan Control Line (semacam tali), atau menggunakan frekuensi radio (Radio Control) untuk pengendalian jarak jauh.
Pesawat model yang dikendalikan dengan tali (control line), atau yang dalam dunia aeromodelling disebut V-Control, mempunyai mesin yang sangat kecil. Untuk menghidupkan mesinnya, baling-baling yang terpasang pada mesin tersebut harus diputar terlebih dahulu dengan jari-jari tangan. Setelah mesin hidup dan baling-baling berputar, maka pesawat dapat diterbangkan dan pengendaliannya dilakukan dengan seutas tali yang kuat (kekuatan daya tarik ± 20 kali berat pesawat modelnya), dengan panjang antara 15 - 21,5 meter. Dengan demikian pesawat tersebut akan terbang berputar, mengitari penerbangnya yang tetap berdiri ditengah sambil mengendalikannya. Pesawat model ini bisa melakukan gerakan turun naik, melakukan gerakan-gerakan aerobatik maupun combat sesuai keinginan penerbangnya. Dan pada saat bahan bakarnya habis pesawat ini akan mendarat dengan meluncur di atas permukaan tanah.
Berbeda dengan V-Control, pesawat model jenis Radio Control mempunyai peralatan untuk mengendalikan pesawat model tersebut menggunakan frekuensi gelombang radio. Pesawat model jenis ini bisa terbang bebas melakukan berbagai manuver sesuai kemauan si pengendali. Perlu latihan khusus dan pengalaman yang luas untuk mengendalikan pesawat model jenis ini dalam melakukan gerakan-gerakan manuver, karena dengan kemampuan yang masih terbatas, pesawat model jenis ini dapat menimbulkan bahaya bagi orang lain. Oleh karena itu diperlukan pelatihan intensif bagi para penggemar olahraga dirgantara jenis ini untuk mencegah kemungkinan-kemungkinan yang tak diinginkan.
Kemajuan teknologi sangat mempe­ngaruhi perkembangan pesawat model. Rancangan-rancangan pesawat model jenis baru disertai mesin-mesin yang juga baru memungkinkan sebuah pesawat model melakukan manuver-manuver yang tidak dapat dilakukan oleh pesawat sejenis sebelumnya. Berbagai perkembangan tersebut menuntut dilakukannya penyesuaian pada nomor-nomor perlombaan. Dalam perlombaan cabang olahraga aeromodelling kelas-kelas yang dipertandingkan meliputi F-1, F-2, F-3, F-4, dan OHLG. Masih terdapat beberapa nomor lain menyangkut space­modelling, yaitu kelas S-1 B, S3A, S4B, S5C, S6A, S7 dan S-8E.
Kelas F-1 , terdiri dari nomor-nomor F-1 A (free flight glider A2), F-1 H (glider A 1), F-1 B (glider dengan tenaga karet), F-1 C (glider dengan mesin letup), F-1D (glider bertenaga karet - dalam ruangan), F-1 E (glider kemudi otomatis), F-1 F (model heli­copter), dan F-1 G (coup d'hiver).
Kelas F-2, untuk pesawat glider yang menggunakan control line (U-contro~, terdiri dari nomor-nomor F-2A (speed mode~, F-2B (aerobatic mode~, F-2C (team racing mode~ dan F-2D (combat model).
Kelas F-3, untuk pesawat-pesawat glider yang menggunakan radio control/ RC, meliputi nomor-nomor F-3A (aerobatic glider bermotor torak) , F-3B (glider thermal soar­ing), F-3C (helicopter model, F-3D (pylon race), F-3E (glider bermotor listrik), F-3F (glider slope soaring), dan F-3G (pesawat glider bermotor torak).
Kelas F-4, model skala, meliputi nomor­nomor F-4A (model skala terbang terbatas), F-4B (model skala control line), F-4C (model skala radio control/RC).
Kelas outdoor hand launching glider (OHLG), atau biasa disebut dengan istilah chuck glider, merupakan model pesawat glider yang paling sederhana.
Cabang olahraga aeromodelling, saat ini memiliki perkumpulan sebanyak 66 buah yang tersebar di seluruh daerah di Indinesia. Berbagai event nasional maupun internasio­nal yang diikuti cabang aeromodelling, meliputi:
No
Perlombaan
1.
Kejuaraan Nasional Aeromodelling di Bandung tanggal 21 - 24 Juni 1979.
Peserta: Sumsel, DKI, DIY, Jabar, Jateng, Jatim, Papua, Sumsel
2.
Kejuaraan Aeromodelling Pasco di Bandung 1991
3.
Kejuaraan Nasional Aeromodelling di Jakarta 1991
4.
Kejuaraan Aeromodelling Taruna di Jakarta 1992
5.
Kejuaraan Nasional Aeromodelling di Semarang 1993
6.
Kejuaraan Nasional Aeromodelling Terbuka di Malang 1999
7.
PON IX/1977
8.
PON X/1981
9.
PON XI/1985
10.
PON XV 12000
11.
Kejuaraan Internasional Aeromodelling di Bangkok tanggal 24 - 26 April 1980
Peserta: Indonesia , Hongkong , Malaysia , Singapura, Muangthai

2 komentar: